Surabaya, Motim-Kalangan petani cabai di Jawa Timur menyebut tingkat penyerapan pasar terhadap komoditas cabai rawit maupun cabai besar mengalami penurunan atau hanya mampu terserap sekitar 30 – 40 persen, karena dampak pelaksanaan PPKM Darurat – PPKM Level.
Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jatim Nanang Triatmoko mengatakan, untuk komoditas cabai rawit memang sempat mengalami kenaikan harga pada Juni sampai awal Juli. Sehingga turut menjadi penyebab terjadinya inflasi di Jatim 0,17 persen.
“Namun pada akhir Juli kemarin ini sebenarnya harga cabai rawit sudah turun bahkan sampai sekarang harganya rata-rata menjadi Rp 20.000 – Rp22.000/kg di tingkat pedagang. Padahal Mei sempat mencapai Rp40.000/kg,” ujarnya, Selasa (03/08/2021).
Dia menjelaskan, penurunan harga cabai rawit yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh musim panen di beberapa sentra cabai di Jatim seperti Kediri dan Blitar. Sehingga pasokan melimpah. Selain itu juga dipengaruhi pelaksanaan PPKM yang terus berlanjut hingga kini sehingga penyerapan menurun tajam.
“Sebagai contoh kasus, di beberapa sentra pasar, yang biasanya setiap hari habis 1 ton, karena PPKM ini hanya terjual sekitar 30 -40 persen dari rata-rata jumlah umumnya,” imbuhnya.
Namun begitu, lanjut Nanang, harga cabai rawit saat ini masih tergolong aman sebab masih berada di atas Harga Patokan Petani (HPP) atau di atas Break Even Point (BEP) sehingga petani tidak terlalu merugi.
“Justru untuk cabai besar yang sudah 2 bulan ini atau semenjak PPKM harganya anjlok terus di bawah BEP kita yang seharusnya Rp11.000/kg, tetapi kondisi saat ini harganya sekitar Rp7.000/kg,” ujarnya.
Menurutnya, petani cabai besar saat ini tidak bisa melakukan apa-apa dan tetap melanjutkan merawat tanaman cabainya yang terus tumbuh. Sementara belum ada tindakan dari pemerintah agar mendorong komoditas petani ini bisa terserap pasar di masa pandemi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Dadang Hardiwan mengatakan cabai rawit memang menjadi salah satu penyumbang inflasi Jatim pada Juli 2021 dengan kenaikan harga 33,45 persen. Sementara cabai merah besar menjadi penyumbang deflasi karena mengalami penurunan harga sampai -11,3 persen.
Kondisi tersebut sejalan dengan perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli yang mengalami penurunan -0,28 persen yakni dari 99,03 pada Juni menjadi 98,75 pada Juli. Secara spesifik NTP tanaman hortikultura naik dari 94 menjadi 97,35 persen pada Juli.
“Hanya saja NTP tersebut masih berada di bawah normal yakni angka 100 yang berarti pendapatan yang diterima petani seimbang dengan uang yang harus dikeluarkan petani,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo, mengatakan secara umum Jatim selalu mengalami surplus. Potensi produksi cabai rawit sampai akhir tahun ini diperkirakan mencapai 377.612 ton, dan cabai merah diproyeksi mencapai 81.968 ton.
“Sampai semester I/2021, produksi cabai rawit kita sudah mencapai 224.187 ton, dan untuk produksi cabai merah besar sudah mencapai 38.158 ton,” ungkap Hadi. (ady)