Terkait kendala yang dialami nelayan di Kecamatan Puger soal kelangkaan BBM jenis solar selama kurang lebih sebulan belakangan, mendapat tanggapan dari Bupati Jember Hendy Siswanto.
Saat dikonfirmasi di Pendapa Wahyawibawagraha, Senin (6/9/2021) petang, Bupati mengatakan sudah melakukan koordinasi Dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember. Perihal kendala yang dialami oleh para nelayan tersebut.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan (Disperindag) yang mengatur untuk pembelian minyak dan gas bumi itu,” kata Bupati Hendy saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.
Ia menjelaskan, dalam Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi RI Nomor 17 Tahun 2019, penerbitan surat Rekomendasi untuk pembelian BBM minyak tertentu, yang dalam hal ini soal BBM jenis solar bagi nelayan sudah terpapar jelas.
“Bahwa tentang penerbitan surat rekomendasi itu dari daerah untuk pembelian bahan bakar minyak tertentu,” katanya.
Namun kemudian dengan adanya keluhan yang dialami oleh nelayan soal kendala mengurus surat rekom tersebut, Bupati akan melakukan penyelidikan lebih dalam.
“Akan kami dalami dan jangan sampai terjadi kelangkaan seperti sekarang ini,” katanya.
Pihaknya, lanjut Hendy, juga akan melakukan koordinasi dengan Hiswanamigas dan juga Pertamina sebagai BUMN yang mengelola dan mengatur soal BBM.
“Itu juga sudah kami lakukan. Memang ada pembatasan dari Pertamina, karena harga minyak dunia naik, dan juga pembelian solar untuk nelayan ini sudah sesuai peruntukannya. Tapi tetap kita akan evaluasi dan sosialisasi,” ungkapnya.
Lebih lanjut juga diakui oleh bupati, terkait adanya SPBU yang enggan melayani pembelian BBM jenis solar yang dilakukan nelayan. Juga diakuinya ada.
“Memang ada SPBU yang enggan melayani pembelian BBM jenis solar oleh nelayan itu. Terkait hal ini, nanti kami akan koordinasi dengan pihak aparat, untuk koordinasinya. Apakah bermasalah atau bagaimana. Karena ada kondisi (terkait pembelian BBM dengan dirigen itu dilarang),” katanya.
Tapi jika ada kesalahan dari pihak SPBU menyalahi rekom atau persoalan lain, dijelaskan oleh pihak pertamina ada denda yang nantinya harus dikeluarkan oleh SPBU, yakni denda Rp 4500 per liter.
“Padahal keuntungan SPBU hanya Rp 200 per liter. Nah ini nanti kita akan coba diskusi dengan Hiswanamigas terkait hal ini,” ucapnya.
“Tapi meskipun demikian, jangan sampai ada pembatasan pembelian BBM jenis solar bagi nelayan ini. Apalagi saat ini musim panen ikan,” sambungnya.
Nantinya lebih jauh Hendy menyampaikan, perlu adanya koordinasi yang baik antara nelayan, SPBU, dan Hiswanamigas.
“Mungkin juga kami akan lakukan pengajuan, untuk pengelolaan SPBU ini (dapat) dilakukan Pemkab,” katanya.
Terkait aturan agar bisa membeli dan mencukupi kebutuhan BBM jenis solar di SPDN (Stasiun Pengisian BBM bagi nelayan). Hendy menjelaskan, memang harus ada bukti jelas dan otentik yang dibuktikan dengan surat rekom tersebut.
“Yang jelas nelayan ini harus menunjukkan keterangan mengenai kepemilikan kapal ini. Kami akan tertibkan soal ini, agar dapat dipenuhi kebutuhan nelayan ini. Untuk di Puger kebutuhan BBM solar ini kan hanya untuk nelayan. Karena kebutuhan pokoknya itu. Agar bisa tetap bekerja melaut,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, ratusan nelayan di Kecamatab Puger sejak 1 Agustus 2021 lalu mengaku mengalami kelangkaan BBM jenis solar. Bahkan kelangkaan ini, juga menyebabkan adanya pembatasan untuk pembelian BBM tersebut.
Tidak hanya itu, persoalan bersaing dengan tengkulak yang notabene ikut membeli di SPDN juga menjadi persoalan tambahan. Termasuk juga soal pembuatan surat rekom ataupun juga pembelian di SPDN atau SPBU yang menjadi persoalan.
Sehingga nelayan kesulitan mendapatkan BBM jenis solar saat masa panen ikan sekarang.
“Yang jelas pentingnya kebijakan dari SPBU dan Pertamina tentang butuhnya nelayan akan BBM Solar ini,” pungkas Bupati Hendy