Jembèr, Motim-Dipicu karena stok kurang, harga komoditas cabai, tomat, dan minyak goreng mengalami lonjakan harga. Kondisi itu terjadi di sejumlah pasar di Jember.
Kondisi lonjakan harga itu, seperti yang terjadi di Pasar Tanjung, Kecamatan Kaliwates.
Salah seorang pedagang di Pasar Tanjung Wahid membenarkan adanya lonjakan harga tersebut.
“Lombok (cabai) sret (rawit merah) sekarang Rp 42 ribu, sebelumnya Rp 26 ribu per kilogramnya. Naik harga ini, sejak dua hari kemarin,” katanya, Rabu (1/12/2021).
Lanjut Wahid, untuk cabai merah keriting dari Rp 40 ribu per Kg, sekarang jadi Rp 30 ribu. Sedangkan cabai merah besar turun harga.
“Awalnya 30 ribu perkilo sekarang turun 27 ribu perkilonya,” sambungnya.
Selain cabai, kata Wahid, untuk tomat juga mengalami kondisi yang sama. “Sekarang per kilo Rp 5 ribu. Sebelumnya Rp 3 ribu. Ya persoalannya karena stok kurang itu,” bebernya.
Terkait stok kurang tersebut, Wahid mengatakan, di tingkat petani mengalami panen yang sulit. Pasalnya curah hujan tinggi menyebabkan cabai cepat membusuk dan stok kurang.
“Ditambah lagi, dari yang saya tahu. Pengiriman stok lombok (cabai) itu. Lebih banyak pengiriman ke Kulon (wilayah Barat pulau Jawa). Jadi kita kekurangan stok,” ungkapnya.
Wahid juga menambahkan, untuk kenaikan harga dari kebutuhan bahan pokok juga terjadi pada minyak goreng.
“Untuk yang bermerek terkenal per dua liter harganya jadi Rp 42 ribu. Untuk yang biasa (bukan merek terkenal) Rp 40 ribu. Sedangkan untuk yang satu literan dari Rp 18 ribu, sekarang jadi Rp 22 ribu,” ucapnya.
“Untuk minyak goreng ini, karena pengiriman telat ke kita. Jadi ya harganya naik itu,” sambungnya.
Terkait lonjakan harga tersebut, menurut pria warga Jalan KH. Siddiq, Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates ini, tidak menjadi kendala berarti.
“Karena kalau pedagang kan ikut kondisi di pasaran. Tapi yang banyak mengeluh itu pengusaha katering. Karena mau gak mau kan harus naik harga. Semoga ada perhatian lah,” katanya.
Terpisah, salah seorang pengusaha katering Yeti mengaku adanya lonjakan harga menjadi persoalan bagi usahanya.
“Ya bagaimana lagi, kalau di Jember kan makanan identik dengan pedas atau sambal. Jadi harga lombok naik, tomak naik, ditambah minyak goreng naik. Ini kan kesulitan bagi kami,” ucapnya.
Sehingga dengan kondisi tersebut, lanjutnya, dirinya harus putar otak agar usaha kateringnya tetap berjalan baik.
“Ya porsi pedasnya sambal kita kurangin. Tapi ya kalau terus menerus. Ini jadi kendala. Karena mau tidak mau harga per porsi makanan bisa jadi ikut naik harga,” pungkasnya. (*)