Jember, Motim-Sebanyak 7 bangunan ruko di Lingkungan Kampung Ledok, Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates, dirobohkan petugas Dinas Sumber Daya Air (SDA) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur. Ketujuh bangunan itu berdiri di atas aliran sungai Jompo.
“Bangunan ini (berdiri) di atas sungai sehingga bisa menyebabkan banjir,” kata Kepala UPT Dinas SDA Pemprov Jawa Timur Wilayah Sungai Bondoyudo Baru, Prabowo, Selasa (5/7/2022).
Lokasi ruko yang dirobohkan persis berada di seberang deretan ruko yang roboh dua tahun lalu. Deretan ruko yang roboh itu juga berdiri di atas sungai Jompo.
“Penertiban bangunan yang berdiri di atas aliran sungai ini karena dikhawatirkan akan mengalami kondisi yang sama seperti yang dialami sejumlah ruko Jompo (seberang jalan), yang ambruk sekitar tahun 2020 lalu,” terang Prabowo.
Selain menyebabkan banjir, kata Prabowo, secara aturan memang di atas hingga sempadan sungai tak boleh ada bangunan.
“Secara aturan memang tidak boleh ada bangunan yang berdiri di atas sungai. Jadi salah satu penyebab banjir. Karena jika ada debit air yang tinggi dengan kemudian ada bangunan di atasnya, aliran air terhambat. Maka banjir akan terjadi,” jelasnya.
“Jadi upaya penertiban bangunan ini setidaknya meminimalisir terjadinya banjir. Karena kalau terjadi banjir akan meluap dan merugikan warga sekitar,” sambung Prabowo.
Untuk penertiban ini ada 7 bangunan, kata Prabowo, dengan total panjang bangunan kurang lebih 30 meter.
“Ke depan setelah dilakukan penertiban bangunan ini, akan kami komunikasikan dengan pemerintah kabupaten setempat. Agar jangan sampai terjadi banjir lagi di wilayah Jember. Intinya fungsi sungai harus dikembalikan semestinya,” ucap Prabowo.
Salah satu pemilik ruko, Yeni, mengaku salah satu bangunan yang dirobohkan adalah toko miliknya. Bangunan itu sudah ada sejak tahun 80 an.
“Kita dulu beli ruko ini, bangunan ini kan dibangun masih ada keluarga saya (bapak). Memang bangunan pemerintah. Tapi untuk bangunan ini (pengembangan), kan swasta. Dulu belinya dan bangunan sekitar tahun 80 an. Saya di sini 20 tahunan, sebelum itu sudah ada keluarga saya,” kata Yeni.
Dia mengaku sebelumnya sudah ada surat pemberitahuan terkait rencana pembongkaran ruko. Namun dia menyayangkan tidak adanya surat pemberitahuan terkait pembongkaran instalasi listrik dan air.
“Kalau surat ada (pemberitahuan pembongkaran bangunan), diberi waktu itu. Tapi yang saya sayangkan, waktu mau bongkar saluran air atau listrik itu tidak ada pemberitahuan. Gembok (toko) saya dirusak, listrik diambil. Mau suruh keluar (ruko) kasih surat, tapi bongkar air dan listrik tidak. Itu kan gak benar,” keluhnya.
Namun demikian, kata Yeni, sebelum dilakukan pembongkaran total bangunan, dirinya sudah memindahkan barang-barang dari toko miliknya.
“Saya pemilik toko listrik di sini. Sebelumnya sudah kita lakukan (pemindahan barang-barang dagangannya). Karena seperti pintu harmonika ini kan punya kita sendiri,” ucapnya.
“Rencana ada lokasi lain untuk tempat toko baru. Tapi yang gitu, dari pemerintah tidak ada ganti rugi juga,” ucapnya. (*)