Pemerikasaan BPK, Potensi Pajak Rp 1,7 Miliar Tahun 2019 Hilang

by -
Wakil Ketua Komisi II DPRD Situbondo.(dok)

Situbondo, Motim – Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK), menemukan ada potensi pajak sekitar Rp 1,7 miliar lebih untuk Tahun 2019 yang hilang di Kabupaten Situbondo. Dengan adanya temuan tersebut, maka BPK memberi catatan agar Pemkab segera melakukan pembenahan sistem penarikan pajak.

Potensi pajak miliran rupiah itu terdiri dari pengelolaan air tanah dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Selain itu, ada juga pembayaran insentif pajak dan retribusi tak sesuai ketentuan sebesar 123 juta lebih.

banner 728x90

Menurut Wakil Ketua Komisi II DPRD Situbondo, Hadi Prianto, pihaknya sudah melakukan rapat kerja bersama Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) agar menindaklanjuti catatan BPK RI, mengingat kehilangan potensi pajak yang dirasa cukup besar untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD)

“Kami konsen untuk catatan BPK. Ini sebagai bentuk fungsi pengawasan terhadap pemerintah, mengingat potensi pajak yang hilang jumlahnya cukup besar,” kata politisi asal partai Demokrat

Hadi menjelaskan, sesuai catatan BPK potensi pajak yang hilang di sektor BPHTB sebesar 1 miliar 41 juta lebih. Sedangkan pajak pengelolaan pendapatan air tanah sekitar Rp 712 juta lebih.

Menurutnya, ada kesalahan penarikan pajak untuk perusahaan bisnis, namun ditarik dengan pajak jenis industri niaga. Komisi II telah merekomendasikan BPPKAD, agar kesalahan semacam ini segera dibenahi.

“Jangan sampai ada kebocoran, karena adanya kesalahan penarikan. Penghitungan pajak harus persis sesuai ketentuan wajib pajak yang riil,  termasuk pajak BPHTB di notaris maupun di PPAT,” ujarnya.

Sementara itu, dihubungi via ponselnya, Kepala bidang (Kabid) Pendataan pada BPPKAD Situbondo, Lutfi Zakaria menyampaikan, bahwa tidak ada kebocoran mengenai pendapatan pajak. Hanya saja, pada Tahun 2019 itu masih tidak dipungut pajak progresif hingga oleh BPK ditengarai tidak dilakukan.

“Tahun 2019 pajak progresif itu masih tidak dipungut karena tidak berlaku progresif. Ternyata progresif itu sudah diberlakukan, hingga BPK menengarai tidak dilakukan. Nah, sekarang ini sudah ditetapkan dan sudah diberlakukan progresif,” kata Lutfi kepada Memo Timur, Selasa (4/8)

Lutfi menambahkan, bahwa dengan pemberlakuan pajak progresif, pembeli tanah atau bangunan yang melakukan pembelian sampai tiga kali dalam kurun waktu satu tahun, maka akan dikenakan pajak progresif. Tapi kalau, pembeliannya hanya dilakukan satu kali dalam satu tahun, dan tahun berikutnya membeli lagi maka tidak ada pajak progresif.

“Pajak Progresif itu berlaku satu tahun. Misalnya, kalau si A sekarang beli tanah atau bangunan, besok beli lagi itu dikenakan pajak progresif. Tapi, jika si A sekarang beli, tahun depan membeli lagi itu tidak dikenakan,” paparnya.(gik)

 

banner 728x90

No More Posts Available.

No more pages to load.