Jember, Motim
Kemendikbudristek RI bersama Anggota Komisi X DPR RI H. Muhamad Nur Purnamasidi, membahas materi soal standar nasional pendidikan dan rapor pendidikan dengan tema Serentak Bergerak Wujudkan Merdeka Belajar.
Dalam kegiatan sosialiasi bersama puluhan guru dari tingkat Paud hingga SMA/SMK se Jember. Bertempat di aula Aston Jember Hotel & Conference Center, Minggu (11/6/2023).
Kemendikbudristek RI saat ini meyakini, telah memiliki kurikulum pendidikan yang tepat. Disebut dengan Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka yang saat ini gencar disosialisasikan itu, dinilai sudah standar nasional pendidikan. Bahkan menurut Plt Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, BSKAP, Kemendikbudristek RI Irsyad Zamjani.
Kurikulum Merdeka sudah mengacu ke standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses dan penilaian pendidikan. Dinilai sudah layak dan bahkan sudah diatur melalui Permendikbud, sejak tahun 2022 dulu.
“Baik kurikulum merdeka maupun kurikulum 2013, semuanya mengacu ke standar yang sama,” kata Irsyad saat dikonfirmasi sejumlah wartawan usai kegiatan sosialisasi.
Namun demikian, kata Irsyad, Kurikulum Merdeka masih menjadi opsi pilihan bagi sekolah-sekolah dari tingkat Paud sampai SMA/SMK.
“Karena meskipun sekarang sudah mulai diimplementasikan. Nanti kita (masih) lihat hasilnya seperti apa di akhir tahun ini. Sekarang penerapannya tahun 2023 berdasarkan evaluasi diri satuan pendidikan. Hampir 80 persen sekolah kita tahun ini menerapkan Kurikulum Merdeka, totalnya kurang lebih 140 ribu sekolah,” ungkapnya.
Sehingga dimungkinkan pada tahun 2024 mendatang, kata Irsyad, akan semakin bertambah sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka itu.
“Kenapa? Karena kurikulum ini kita anggap bisa menjawab kebutuhan dan permasalahan yang kita temukan, ketika proses pembelajaran dan penerapan (dari) kurikulum sebelumnya,” kata Irsyad.
Kurikulum merdeka memiliki tiga fitur atau keunggulan, jika diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM).
Pertama, Irsyad menjabarkan, Kurikulum Merdeka fokus pada kompetensi yang potensial.
“Artinya tagihan kompetensinya tidak terlalu ambisius. Karena dari berbagai macam studi, kurikulum yang terlalu ambisius justru tidak membuat siswa senang belajar. (Sebaliknya) bikin stres. Baik siswa maupun gurunya. Tapi (untuk awal) kita petakan kompetensi esensial apa yang memang dibutuhkan oleh siswa,” jelasnya.
Kedua, lanjut Irsyad, Kurikulum Merdeka membuat pembelajaran terdifensiasi.
“Artinya melalui kurikulum ini, kita mendorong agar guru-guru bisa menerapkan strategi pembelajaran yang tidak sama rata antar siswa. Jadi kita mendorong guru-guru untuk memetakan kompetensi siswanya. Menemukan strategi pembejaran yang relevan dengan kompetensi masing-masing siswanya,” kata Irsyad.
Ketiga yang tidak kalah penting, kata Irsyad, pembelajaran nantinya akan berbasis projek.
“Hal ini (dari penerapan Kurikulum Merdeka). Kita beri alokasi cukup signifikan, 20-30 persen dalam bentuk apa yang kita sebut sebagai Projek Profil Penguatan Pelajar Pancasila,” jelasnya.
“Jadi ini adalah cara kita untuk menanamkan karakter. Karena karakter itu tidak bisa diceramahkan, tapi harus dibentuk melalui pengalaman. Makanya pembelajaran berbasis projek ini sangat penting untuk melatih akhlak mulia, kolaborasi, kreatifitas, gotong royong dan karakter lainnya,” ujarnya menambahkan.
Menurut Irsyad, jika anak didik atau siswa diberikan langsung pengalaman.
“Diharapkan bisa langsung diterapkan dan itu bisa melatih kepekaan mereka pada isu-isu kontekstual. Teori pembelajaran yang mereka peroleh dengan permasalahan sosial itu ditemukan melalui Projek Profil Pancasila tadi. Jadi itu salah satu hal yang perlu kita tekankan agar anak-anak ini tidak belajar teori saja, tapi juga peka terhadap lingkungan sekitarnya. Masalah intoleransi, ataupun juga soal demokrasi,” bebernya.
Irsyad juga mencontohkan soal penerapan Kurikulum Merdeka. Dikala ada kegiatan pemilihan ketua OSIS di suatu sekolah.
“Prinsip-prinsip demokrasi juga (bisa) diterapkan di situ. Bagaimana siapa yang akan dipilih, apakah dia akan diskriminatif ketika memilih pimpinannya. Itu juga bisa dijadikan projek dalam menerapkan Kurikulum Merdeka ini,” ulasnya.
“Pendidikan karakter tentu saja, seperti yang saya sampaikan. Kita kan mengacu kepada standar kompetensi lulusan di kurikulum ini, dan juga SKL (Standar Kelulusan). Kita menanamkan karakter-karakter dan kompetensi sesuai dengan profil Pelajar Pancasila,” imbuhnya.
Namun demikian, lebih jauh Irsyad memaparkan, untuk menerapkan Kurikulum Merdeka, diakui olehnya masih ada kendala.
“Kendala pasti ada, karena ini sesuatu yang baru. Terkait dengan pemahaman. Ada beberapa hal yang kita dorong melalui kurikulum yang ini. Diantaranya adalah bagaimana kita mendorong guru-guru untuk melakukan pembelajaran diferensiasi. Melakukan asessment sebelum proses pembelajaran dilakukan untuk memetakan siswanya ada di level kompetensi yang mana. Sehingga perlu strategi pembelajaran yang relevan untuk mengatasi kebutuhan masing-masing siswa,” ulasnya.
“Tentu saja karena ini mungkin bagi sebagian guru sesuatu yang baru. Belum semuanya bisa menerapkan sesuai yang kita harapkan. Tapi kita terus berusaha meningkatkan kualitas penerapannya,” ujar Irsyad.
Sementara itu menurut Anggota Komisi X DPR RI H. Muhamad Nur Purnamasidi, dengan adanya perhatian soal Kurikulum Merdeka ini. Pihaknya akan memastikan progres dari kurikulum ini benar-benar standar.
“Kita akan evaluasi, mudah-mudahan Kurikulum Merdeka jadi yang terbaik. Sehingga di 2024 kita putuskan menjadi kurikulum wajib untuk tahun-tahun berikutnya,” kata Purnamasidi.
Tentu nanti, lanjutnya, perubahan Sisdiknas nanti kita akan melimitasi.
“Jangan sampai misal nanti ganti rezim ganti kurikulum. Kita ingin di UU Sisdiknas nanti akan membuat statement (pergantian kurikulum jika dirasa kurang sesuai), minimum diganti 15 tahun, 20 tahuj atau berapa. Kasihan anak-anak kita (kurikulum tidak standar),” kata pria yang akrab disapa Bang Poer ini.
“Sehingga jika ada pertanyaan, apakah ini (Kurikulum Merdeka) lanjut? Nanti menjadi pilihan. Memang keputusan politiknya, nanti akan kita selesaikan di Tahun 2024. Sehingga dari investasi Triliunan Rupiah ini, kemudian kita lihat progres yang dilakukan rutin oleh Kemendikbud terkait pelaksanaannya,” sambung pria yang juga legislator dari Golkar ini.
Sekiranya nanti sesuai dengan ukuran-ukuran yang ingin dicapai bersama terkait standar kurikulum pendidikan yang diharapkan.
Kurikulum Merdeka nantinya, kata Bang Poer, akan ditingkatkan statusnya.
“Tentunya jika sudah dirasa tepat, statusnya yang dari di bawah naungan SK Menteri. Nantinya kita akan naikkan menjadi Keppres. Sehingga menjadi sesuatu yang substain. Jangan sampai, kita by trail lagi. Tapi kita nanti akan pilih (menjadi Kurikulum standar), apakah Kurikulum 13, Darurat, atau Kurikulum Merdeka ini,” tandasnya.