Bondowoso, Motim-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bhanu Chandra Bondowoso kecam rumah sakit Bhayangkara Bondowoso, yang menyebabkan Imam Syafi’I (20) meninggal dunia, lantaran diduga tidak ditangani serius oleh pihak RS Bhayangkara. Hal itu ditegaskan, oleh Bhakti Ongko Wiyono,SH, selaku kuasa hukum korban.
Ia meminta pihak RS Bhayangkara untuk mengakui kesalahannnya saat menangani korban secara medis.
Kasus ini berawal pada tanggal 9 Juni 2020, korban (Imam Syafi’i) mengalami kecelakaan terseret mobil bersama adiknya di depan lembaga Pemasyarakatan (LP) Bondowoso, saat itu korban mengalami koma, justru yang sangat diperhatikan oleh pihak RS adiknya. Padahal hanya mengalami luka.
“Saat dirumah sakit, setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak medis, dinyatakan kalau anaknya dalam kondisi stabil dan tidak ada apa-apa, sehingga pada waktu itu korban dibawa pulang,” kata Bhakti Ongko Wiyono. Kamis, (6/8/2020).
Karena dianggap tidak ada masalah oleh pihak RS, padahal kondisi korban tidak sadar. akhirnya korban di bawa pulang, setelah menandatangani administrasi. Namun, ternyata hingga hari Jum’at korban juga belum sadar, akhirnya dibawa kembali ke RS.
Setelah di Bhayangkara, akhirnya korban di rongent dan diketemukan ada pendarahan di otaknya, karena kondisinya sangat parah, pihak RS menyarankan dirujuk ke RS Soebandi Jember, dengan estimasi biaya sekitar 50 juta.
“Karena tidak punya biaya, akhirnya korban dibawa pulang, dan pada hari Minggu, (14/6/2020) korban meninggal dunia,”ungkapnya.
Kemudian, pada hari Rabu, (17/8/2020) Kuasa hukum korban kembali lagi ke RS Bhayangkara. Namun, ada pernyataan yang mengejutkan dari pihak kepala RS, jika RS Bhayangkara tidak punya alat city scan.
Yang paling mengejutkan pihak RS menyatakan, korban diduga mengkonsumsi alkohol. Anehnya, darimana kok pihak RS langsung menyatakan korban minum alkohol.
“Kalau alasan RS Bhayangkara punya alat sehingga tidak bisa mendeteksi itu salah, karena pada hari Jum’at itu, korban dinyatakan ada pendarahan di otak,”urai dia.
Seharusnya menurut dia, korban di opname, malah justru disuruh bawa pulang dan berspikulasi mengkonsumsi alkohol. Ironisnya, pihak RS tidak bisa membuktikan jika korban minum alkohol.
“Mestinya, harus ada tes urine, bukan kemudian berspekulasi. Pokoknya kami dari pihak korban, minta pihak RS mengakui kalau telah terjadi kesalahan secara tertulis, dalam Standar Operasional prosedur (SOP) tentang pelayanan kesehatan, tidak lebih dari itu,”ujarnya.
Dia menambahkan, jika pihak RS Bhayangkara masih tetap tidak mengakui dugaan kesalahan SOP yang telah diperbuat, pihaknya akan tetap melayangkan surat, ke instansi diatasnya, agar mendapat jawaban yang pasti.
“Demi keadilan, karena korban warga miskin, kami akan terus berjuang hingga pihak RS Bhayangkara menyadari kesalahannya, hingga minta maaf pada keluarga korban,”imbuhnya.
Sementara itu, Direktur RS Bhayangkara Bondowoso, saat mau dikonfirmasi terkait kasus tersebut tidak ada ditempat. (her)