Jember, Motim – Pernyataan soal Surat Keputusan (SK) bagi Guru Tidak Tetap – Pegawai Tidak Tetap (GTT/PTT) tidak segera dikeluarkan sejak tahun 2017 karena taat aturan terhadap pemerintah pusat, mendapat kritikan dari Ketua Aktifis Pendidikan Kabupaten Jember Ilham Wahyudi, Rabu (2/11) pagi.
Diketahui dalam acara Debat Publik Calon Bupati dan Wakil Bupati Jember yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta, Calon Bupati Petahana nomor urut 01 Faida menjawab pertanyaan dari Paslon Nomor Urut 02 H. Hendy Siswanto – KH. Muhammad Balya Firjaun Barlaman (Gus Firjaun), perihal alasan Faida saat menjabat sebagai Bupati Jember tidak segera menerbitkan SK bagi GTT/PTT, bahkan sejak tahun 2017.
Saat itu Faida menjawab, alasannya tidak segera mengeluarkan SK tersebut, sebagai bentuk ketaatan aturan pada pemerintah pusat.
“Untuk urusan GTT/PTT, kami taat aturan. Bahwa pemerintah kabupaten, bupati, dilarang mengangkat honorer baru. Kami memperjuangkan nasih GTT/PTT,” kata Faida dalam acara debat publik.
Menurut Faida, untuk mengangkat pegawai hanya ada dua pintu (solusi), untuk menjadi pegawai resmi pemerintah.
“Satu melalui jadi PNS, dan yang kedua melalui P3K,” katanya.
Sehingga dikala nantinya Faida terpilih kembali menjadi Bupati Jember, pada periode kedua. Dirinya memiliki janji bagi para GTT/PTT.
“Oleh karenanya, dengan membuka formasi 3131 , di tahun 2021. Komitmen kami untuk menyelesaikan status mereka (GTT/PTT), bukan dengan memenuhi sesuatu yang tidak boleh dilakukan, dan tidak sesuai denga ketentuan,” tegasnya.
Menyikapi jawaban tersebut, Ketua Aktifis Pendidikan Kabupaten Jember Ilham Wahyudi mengkritik keras pernyataan bupati tersebut. Menurut pria yang juga seorang guru honorer ini, alasan tidak segera dikeluarkannya SK bagi GTT/PTT karena bentuk ketaatan terhadap pemerintah pusat,
“Saya membantah pernyataan Bupati Faida dalam debat tersebut. Kalau memang bentuk ketaatan terhadap pemerintah pusat, mengapa Bupati Purbalingga bisa mengeluarkan SK kepada GTT/PTT. Bupati lain pun juga banyak yang mengeluarkan. Kalau tidak boleh, mestinya bupati yang lain juga tidak boleh dong,” kata Ilham saat dikonfirmasi lewat jawaban Voice note di whatsapp.
Kalau memang tidak ada aturan, dan ada larangan dari pemerintah pusat untuk mengeluarkan SK bagi GTT/PTT itu, menurut Ilham, mengapa ada aturan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 29 Ayat 4?
“Yang isinya, apabila terjadi kekosongan guru, maka pemerintah/pemerintah daerah, wajib mengangkat guru. DPP Nomor 19 Tahun 2017 juga disampaikan itu,” tegasnya.
Namun demikian, diakui oleh Ilham, ada aturan yang melarang nemberikan SK itu. “Yakni PP Nomor 48 Tahun 2005, tapi hirarkinya, PP (Peraturan Pemerintah), itu di bawah Undang-Undang,” ujarnya.
Ilham juga menambakan, terkait alasan yang disampaikan oleh calon petahana, dengan tidak mengeluarkan SK tersebut. Bukan soal mau atau tidak.
“Tapi SK itu butuh untuk para GTT/PTT, perihal untuk mengurus sertifikasi guru. Jika tidak maka sampai kapanpun tidak terurus,” tukasnya.
“Bahkan dengan tidak adanya SK itu, maka GTT/PTT juga tidak bisa mengurus NUPTKnya. Bahkan tanpa adanya SK itu, sampai kapanpun gaji GTT/PTT tidak akan pernah sesuai dengan UMR daerah,” sambungnya.