Jember, Motim-Diduga ada penyelewengan APBD yang terjadi pada tahun 2020. Di mana anggaran itu untuk penanganan Covid-19 dan menjadi bancakan sejumlah oknum pejabat. Jumlahnya mencapai kurang lebih Rp 14 Miliar.
Informasi itu terungkap, saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Tim Pansus Covid-19 DPRD Jember, dengan sejumlah aktifis yang menamakan dirinya Forum Komunikasi Lembaga Swadya Masyarakat (FKLSM), Selasa (7/9/2021).
Dalam RDP tersebut, salah seorang anggota FKLSM Miftahul Rahman memaparkan soal temuan data, dugaan penyalahgunaan anggaran pada APBD Tahun 2020 lalu soal penanganan Covid-19.
Pria yang akrab dipanggil Memet ini menyampaikan, temuan data adanya dugaan bancakan hingga Rp 14 Miliar itu terjadi di wilayah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember di era pemerintahan Bupati Jember Faida.
“Dulu di era Pak Bupati Samsul Hadi Siswoyo ada temuan sebesar Rp 18 Miliar saja aparat penegak hukum langsung bergerak. Kejati (kejaksaan tinggi) langsung membuat tim penyidik dan akhirnya Pak Samsul disidangkan dan dihukum selama 6 tahun penjara,” kata Memet saat menyampaikan dalam RDP di Ruang Banmus Gedung Parlemen.
“Anehnya sekarang ini ada temuan dari lembaga auditor negara senilai Rp 107 miliar APH diam semuanya ini kan aneh,” sambungnya.
Memet juga menyampaikan, terkait temuan Rp 107 miliar itu. Juga termasuk adanya dugaan anggaran Rp 14 miliar yang masuk ke kantong-kantong pejabat.
“Diantara pejabat itu, Bupati, Wabup, Dandim, Kajari, hingga Ketua Pengadilan. Nanti detailnya akan di sampaikan Cak Kustiono (rekan anggota FKLSM),” sebutnya.
Sementara itu, anggota FKLSM lainnya Kustiono Musri. Menyampaikan satu persatu data dugaan penyimpangan anggaran dari anggaran refocusing APBD atau dari BTT (Biaya Tidak Terduga).
“Temuan kami dari satu SK saja ada anggaran sebesar Rp 14 miliar. Data yang kami miliki ini SK ketiga saja. Kalau untuk SK yang lain kami tidak tahu,” kata Kustiono.
“Di era itu luar biasa uang rakyat benar-benar dibuat bancakan (dibagi-bagikan). Kalau kemarin ada ramai-ramai honor bupati dan pejabat senilai Rp 282 juta, ini malah Rp 14 miliar tidak ada satu persennya (diusut APH),” sambungnya.
Lebih jauh Kustiono juga mengungkap fakta lain. Yakni berupa temuan SPJ pembayaran pembelian peti mati, yang menurutnya lebih mahal dari harga saat ini.
“Ada SPJ peti mati untuk 100 peti dengan harga masing-masing Rp 3 juta. Harga itu jauh lebih mahal dari saat ini yang menurut info yang kami terima seharga Rp 1,7 juta,” ungkapnya.
Menurut Kustiono, selain harga per peti mati yang dianggapnya mahal itu. Juga disampaikan soal honor untuk pemakaman jenazah korban Covid-19.
“Dulu honor petugas pemakaman Rp 150 ribu, sedangkan saat ini Rp 100 ribu. Artinya saat ini justru lebih murah karena efisiensi,” katanya.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Pansus Covid-19 David Handoko Seto mengaku kaget. David pun meminta kopi data temuan yang dilakukan FKLSM itu.
Kata David, pihaknya berencana akan melaporkan temuan tersebut ke Ketua DPRD Jember.
“Akan kami laporkan kepada ketua DPRD agar hal tersebut dilaporkan kepada pihak APH untuk ditindak lanjuti,” kata legislator dari Nasdem ini.