Surabaya, Motim-Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim, bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) membongkar tindak pidana konservasi Sumber Daya Alam (SDA) Hayati dan Ekosistemnya, melalui media sodial Facebook.
Dari penangkapan tersebut, polisi berhasil mengamankan tiga orang tersangka dengan lokasi berbeda. Tersangka pria berinisial NR (26) warga Dusun Binting, Desa Suko, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan, praktik jual beli satwa langka dan dilindungi itu berhasil dibongkar pada Senin (1/2/2021) lalu.
“Kami menangkap tersangka pertama (NR) beserta barang buktinya,” kata Gatot di hadapan awak media, Rabu (17/2/2021).
Gatot menambahkan, penangkapan bermula pada hari Minggu (31/1/2021) sekitar pukul 20.00 WIB. Anggota Unit I Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim menemukan adanya informasi terkait penjualan satwa yang dilindungi di media sosial Facebook.
Selanjutnya, polisi berkoordinasi dengan BBKSDA untuk memastikan kebenaran postingan itu. Selang sehari kemudian, Senin (1/2/2021) dinihari sekitar pukul 01.00 WIB, anggota Unit I Subdit IV Tipidter, Ditreskrimsus, Polda Jatim bersama petugas BKSDA langsung menuju rumah NR. “Sesampainya dilokasi, petugas gabungan mendapati kebenaran satwa yang dilindungi,” kata Gatot.
Dari hasil penggeledahan, petugas berhasil menemukan satwa yang dilindungi, yakni 15 ekor Kakatua Maluku dengan nama latin Cacatua Moluccensis.
NR terbukti melanggar pidana, lantaran sejumlah satwa itu tak memiliki dokumen, dan Undang-Undang (UU) yang sah. Selanjutnya, Kakaktua itu dibawa oleh BBKSDA Jatim. Sedangkan, NR beserta barang bukti 2 sangkar besi, 30 buah paralon bekas tempat satwa,14 buah keranjang plastik bekas tempat satwa, hingga 1 unit Handphone Iphone 6s Plus warna silver diamankan ke Polda Jatim untuk proses lebih lanjut.
Di hadapan penyidik, NR mengakui tak mengantongi legalitas yang sah terhadap 15 ekor Kakatua Maluku itu. NR mengakui hanya menjualnya melalui media sosial Facebook dengan nama akun @zein-zein.
Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Jimmy Tana, mengungkapkan, dari hasil pengembangan terhadap tersangka NR, bahwa ada kasus serupa yang masih satu jaringan dengan tersangka NR, yang juga menjual satwa langka dan dilindungi melalui media sosial Facebook dengan nama akun Enno Arekbonek Songolaspitulikur.
Selanjutnya, petugas gabungan memburu pelaku dengan mendatangi rumah VPE pada Senin (8/2/2021) siang, sekitar pukul 13.00 WIB di Perum Permata Biru, Kelurahan Pakunden, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri.
Petugas gabungan mendapati seorang pria berinisial VPE (29) dan istrinya berinisial NK (21). Saat itu, VPE dan NK, yang terbukti memelihara satwa dilindungi berupa seekor Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) dan 8 ekor Lutung Budeng (Trachypithecus Auratus) di rumahnya.
“Modus tersangka (VPE dan NK) adalah memelihara dan menjual satwa dilindungi, kami temukan Elang Brontok dan Lutung Budeng yang akan dijual melalui media online Facebook, dengan nama akun Miidha dan Enno Arekbonek songolaspitulikur, dengan cara satwa diposting,” terang Jimmy sembari menunjukan barang bukti.
Jimmy menegaskan, pihaknya tak menahan NK, istri dari VPE, karena sedang hamil. “Yang bersangkutan tidak kami tahan, karena sedang hamil,” imbuhnya.
Kepada penyidik, para pelaku mengaku sebagai penadah satwa langka itu, lalu menjualnya ke penadah atau konsumen lainnya di sejumlah lokasi. Harga yang dibandrol pun bervariatif, mulai Rp 2 juta rupiah, sampai puluhan juta rupiah.
Jimmy mengimbau, apabila masyarakat menemukan hal serupa untuk segera melapor kepada pihak kepolisian maupun BKSDA. Sebab, dengan laporan dan penanganan cepat, diharap bisa menyelamatkan populasi satwa langka yang tengah diambang kepunahan.
“Bila masyarakat mendapat informasi terkait penjualan, bisa segera lapor ke kami,” imbau Jimmy.
Akibat perbuatannya itu, 3 tersangka dijerat dengan pasal 40 ayat (2) juncto pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3), juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a dan c dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. (sp)