Bondowoso, Motim-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso dianggap kurang memperhatikan hak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Sebab, meski telah mencetuskan diri sebagai Kabupaten pendidikan inklusi sejak 2017 lalu, hingga kini ketersediaan Guru Pendamping Khusus (GPK) tak kunjung ada.
Penegasan itu disampaikan Direktur LSM Edellweis, Murti Jasmani. Menurutnya, selain tidak tersedianya GPK, ABK juga masih diyakini hanya bisa bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB).
“GPK harusnya ada di sekolah yang terdapat ABK-nya,” terang LSM yang bergerak di bidang perempuan dan anak itu, Jumat (7/8/2020).
Murti menjelaskan, justru ketiadaan GPK tersebut menjadi beban berat bagi dunia pendidikan Bondowoso. Pasalnya, guru yang tidak mempunyai kompetensi khusus tidak akan maksimal dalam memberikan pembelajaran.
“Ketika tidak tersedia GPK, guru pada biasanya tidak maksimal dalam menyampaikan sesuatu kepada mereka,” terang mantan Distric Unicef Bondowoso itu.
Selama ini, terang Murti, ABK belum mendapatkan hak pendidikan secara penuh karena masih terganjal sistem pendidikan yang cenderung eksklusif.
“Artinya saat ini sistem pendidikan Bondowoso masih eksklusif. Bukan inklusif. Nah ini yang berusaha harus atasi,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan LSM Edellwis, Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bondowoso, Haeriyah, mengakui jika saat ini belum tersedia GPK. Meski demikian, ia berkomitmen akan mengupayakan GPK itu ada. Minimal satu GPK di setiap sekolah yang membutuhkan. “Insyaallah kedepan kita usahakan,” kata Haeriyah.
Untuk sementara waktu, pihaknya akan melatih guru yang ada untuk diberikan wawasan metode pembelajaran kepada ABK.
“Kita akan beri pelatihan kepada guru yang ada. Minimal satu orang guru di satu sekolah,” pungkasnya.