Surabaya, Motim-Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) Provinsi Jatim, Gatot Sulistyo Hadi mengatakan, hingga akhir tahun 2019 kondisi jalan provinsi yang memenuhi standar (kondisi mantap) sepanjang 774,23 km (54,48 persen) dan jalan yang belum memenuhi standar sepanjang 646,86 km (45,52 persen). Total jalan provinsi adalah 1.421 km.
“Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi ke depan oleh Kadis PU Bina Marga Jatim, pengganti saya targetnya adalah tahun 2024 seluruh jalan provinsi sudah bisa 100 persen memenuhi standar. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi DPUBM untuk memenuhi target tersebut,” ungkap Gatot.
Untuk itu, lanjut Gatot, perlu strategi dan program yang tepat, karena kendala keterbatasan anggaran. “Salah satu langkah yang diambil adalah dengan program pelebaran jalan dengan bahu jalan diperkeras, kiri dan kanan,” tutur orang nomer 1 di PU Bina Marga Jatim yang sebentar lagi masa Purna Tugas per satu Agustus 2020, Selasa (28/7).
Menurut Gatot, sebagai pemangku kebijakan di bidang jalan sepanjang 1.421 km dan jembatan sepanjang 10.870,02 meter 995 jembatan, Dinas PU Bina Marga Jatim berkewajiban untuk menjaga ruas-ruas jalan di Jawa Timur. Khususnya yang statusnya merupakan jalan provinsi harus selalu berada dalam kondisi yang optimal dalam pelayanan kepada masyarakat pengguna jalan.
“Akses jalan yang semakin baik akan menunjang perekonomian masyarakat, serta ketersediaan infrastruktur jalan dengan kondisi mantap akan meningkatkan akselerasi pengembangan kawasan, baik kawasan industri maupun kawasan pariwisata. Dampaknya adalah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Dari tahun ke tahun, kinerja DPUBM Jatim semakin mengalami peningkatan. Jalan-jalan provinsi kondisinya semakin layak dan aman untuk dilalui. Transportasi antardaerahpun semakin lancar. Hal ini berpengaruh positif pada tingkat ekonomi masyarakat Jawa Timur.
Sejak tahun 2017 sampai dengan 2019, DPUBM memprioritaskan pelebaran jalan untuk memenuhi lebar standar jalan provinsi, terutama pada area black spot, akses menuju kawasan pariwisata, kawasan industri dan daerah tertinggal. Antara lain ruas Ponorogo-Pacitan, Situbondo-Bondowoso, Pakah-Ponco, Ponco-Jatirogo, Mojokerto-Ploso, Maospati-Magetan, Kejayan-Tosari, Batu-Kediri, Pacet-Cangar, Sampang-Ketapang, Sampang-Omben, Pamekasan-Sotabar, Sumenep-Pantai Lombang.
Demikian pula untuk jembatan-jembatan yang masih bottleneck, lanjut dia, secara bertahap dilakukan pelebaran hingga selebar badan jalan. Sedangkan, untuk penggantian jembatan diprioritaskan untuk jembatan yang kondisinya sudah rusak berat, seperti yang telah dilakukan pada Jembatan Tangsil III sepanjang 30 meter di ruas Situbondo-Bondowoso, Jembatan Ngabungan sepanjang 25,6 meter di ruas Ponco-Jatirogo, Jembatan Tangkeban sepanjang 13,1 meter di ruas Dengok-Bts.
Pacitan, Jembatan Tempuran Kulon sepanjang 30 meter di ruas Ponorogo-Pacitan, Jembatan Borek III sepanjang 11 meter di ruas Arjosari-Purwantoro, Jembatan Biluk sepanjang 46 meter di ruas Situbondo-Bondowoso.
Dengan diterbitkannya Perpres 80 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan, menjadi harapan bagi masyarakat Jawa Timur untuk mencapai tingkat perekonomian yang lebih baik lagi.
“Hal ini menjadi tantangan yang harus dijawab oleh DPUBM untuk mengawal Perpres ini agar benar-benar terwujud secara nyata. Karena secara moral Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki andil yang cukup besar terhadap terbitnya Perpres ini,” jelasnya.
Dari total 56 proyek yang tercantum dalam Perpres tersebut, sebanyak 39 proyek merupakan proyek nasional, 14 proyek KPBU, 1 proyek loan dan 2 proyek BUMN. Namun, walaupun proyek-proyek yang tercantum dalam Perpres 80 tahun 2019 sebagian besar merupakan proyek yang menjadi kewenangan pusat, DPUBM merasa berkewajiban untuk turut mendorong terwujudnya seluruh proyek-proyek tersebut karena berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat Jatim.
“Hal ini terutama proyek-proyek strategis seperti pembangunan Jalan Tol, pembangunan Kawasan Bromo-Tengger-Semeru, pembangunan Kawasan Selingkar Ijen, pembangunan Kawasan Gerbangkertosusila serta pembangunan Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan,” imbuhnya.
Untuk pembangunan jalan tol di Jawa Timur, dari tahun 2017-2020, telah terbangun jalan Tol Mantingan-Mojokerto, Surabaya-Mojokerto, Porong-Gempol (Relokasi), Gempol-Pasuruan, Pasuruan-Probolinggo, Gempol-Pandaan, Pandaan-Malang.
Saat ini sudah ada beberapa ruas jalan tol yang akan mulai prosesnya tahun ini, yakni Tol Kertosono-Kediri (20,3 km), Probolinggo-Lumajang (28 km), Gresik Bunder-Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE)-Manyar (9 km), dan Tuban-Gresik.
Dari sejumlah tol tersebut, ada dua rencana jalan tol yang memungkinkan dalam waktu dekat ini bisa mulai dibangun, yaitu Kertosono-Kediri dan Probolinggo-Lumajang. Tol Probolinggo-Lumajang, dinilai penting untuk segera dibangun, karena jalan arteri yang ada sudah melebihi kapasitas volume kendaraan.
Sedangkan Tol Kertosono-Kediri dengan panjang diperkirakan mencapai 20,3 kilometer, akan menjadi penunjang Bandara Kediri yang telah masuk ke dalam proyek strategis nasional (stranas).
Untuk pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) Jawa Timur, hingga akhir 2019 dari rencana jalan sepanjang 684,4 km, telah terbangun jalan sepanjang 382 km, masih tersisa 302,4 km yang harus diselesaikan. Hingga tahun 2021 nanti, telah diprogramkan pembangunan jalan sepanjang 86,48 km dengan dana dari APBN dan Loan (Multi Years Contract)
Dana Loan becrasal dari Islamic Development Bank (IDB) terdiri dari Pembangunan Jalan Prigi-Bts. Kab. Tulungagung-Klatak-Brumbun (LOT 6), Pembangunan Jalan Bts. Kab. Tulungagung-Serang-Bts. Kab. Malang (LOT 7), Pembangunan Jalan Jarit-Puger (LOT 8) dan Pembangunan Jalan Sp. Balekambang-Kedungsalam (LOT 9).
Ke depannya, DPUBM harus mampu mengembangkan program penanganan jalan yang telah dibangun saat ini, sehingga diperoleh hasil program yang lebih akurat untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat, sehingga mampu mewujudkan jalan provinsi dengan konsep jalan yang berkeselamatan.
Tantangan DPUBM berikutnya adalah semakin berkurangnya tenaga ASN bidang teknis, karena banyak yang memasuki usia purna tugas. Sehingga, dengan semakin berkurangnya personel, perlu dipikirkan strategi pengelolaan jalan ke depan di tengah minimnya tenaga pendukung.
Di samping itu, akses masyarakat kepada layanan pengaduan mengenai jalan rusak yang saat ini telah dibangun melalui aplikasi system berbasis Android QRRMS ‘JALAK LOEWE’ akan terus dikembangkan agar lebih efektif dan efisien. (ady)