Jember, Motim-Pondok Pesantren (Ponpes) Raudatul Ulum di bawah naungan Yayasan Raudlatus Syabab Desa Sumberwringin, Kecamatan Sumberjambe, mengklaim dirinya sebagai ponpes tertua di Jember.
Berdiri sejak tahun 1912 dan didirikan KH. Ahmad Syukri, Ponpes Raudatul Ulum ikut merayakan Hari Santri Nasional (HSN) sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo sekitar tahun 2015 lalu.
Ketua Yayasan Raudlatus Syabab Ponpes Raudatul Ulum Ali Hasan, saat dikonfirmasi di sela kegiatan Hari Santri 2021, menyampaikan informasi bagaimana perjuangan santri di Jember saat zaman perjuangan kemerdekaan dulu.
“Berdiri sejak tahun 1912, Pondok Pesantren Raudatul Ulum ini didirikan Kiai Sepuh KH. Ahmad Syukri. Beliau mendirikan ponpes di waktu dulu masih lajang. Sebelumnya, posisi ponpes ini berada di bagian timur jalan. Kemudian, tahun 1915 pindah ke barat, karena jumlah santri semakin banyak dan tidak cukup,” ucap Gus Ali saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Jumat (22/10/2021).
Kala itu, lanjut pria yang akrab dipanggil Ra Ali ini, Ponpes Raudatul Ulum berdiri dan ada saat zaman perjuangan kemerdekaan.
“Kira-kira umurnya sekarang 1 abad lebih, karena berumur kurang lebih 109 tahun. Sehingga dulu di dalam pondok itu banyak senjata-senjata (hasil rampasan perang dengan Belanda). Bahkan bangunan tempat menyimpan senjata itu masih ada, tapi sudah berubah bangunannya. Seperti surau yang ada ditengah pesantren ini dulunya,” ujar Ra Ali.
Kala itu untuk mengelabui penjajah Belanda, katanya, saat pagi para santri layaknya masyarakat biasa untuk belajar mengaji bahkan belajar tentang kitab-kitab kuning.
“Tapi saat malamnya kita angkat senjata dan berperang melawan penjajah. Bahkan sekitar tahun 1925, oleh pemerintah zaman belanda dulu, Kiai Sepuh sempat ditahan. Namun kemudian beliau dilepaskan, dan malah dikasih hadiah. Sampai saat ini hadiah tersebut masih ada, dan kami masih menyimpannya. Yang berupa jam lemari besar itu,” jelas Ra Ali.
Selain sejarah bagaimana perjuangan mengangkat senjata yang dilakukan Santri. Terkait perjuangan untuk membentuk pondasi dasar dari negara. Sampai adanya Pancasila, kata Ra Ali, KH. Ahmad Syukri juga ikut memberikan sumbangsih sarannya.
“Saat itu bersama dengan ulama lainnya, bahkan Pak Mohammad Hatta juga meminta saran masukan dari KH. Hasyim Asyari, yang menghubungkan Kiai Sepuh. Alhamdulillah membantu dan ada itu UUD 45 dan juga Pancasila, yang sebelumnya adalah Piagam Jakarta itu,” ungkapnya.
Dalam perjuangan yang dilakukan KH. Ahmad Syukri, lanjut Ra Ali, dalam setiap perjuangannya. Juga masih ada petilasan yang kini menjadi bangunan, tempat untuk melakukan wirid dan Istikhoroh.
“Lokaisnya ada di atas gumuk tengah Pondok ini, biasanya Kiai Sepuh melakukan Wirid dan Istikhoroh untuk meminta petunjuk kepada Allah. Sekarang jadi bangunan bersejarah dan dulunya Kiai Sepuh selalu di sana setiap pukul 11 malam. Tidak lihat hujan ataupun tidak selalu di sana,” ujarnya.
Lebih lanjut Gus Ali menjabarkan, terkait peringatan Hari Santri Nasional. Menurutnya, santri adalah pelaku sejarah.
“Sehingga, jangan sampai kemanfaatan untuk masyarakat banyak itu ditinggalkan. Sementara santri setelah berjuang itu biasanya ya ditinggalkan begitu saja dan diberikan kepada yang lainnya,” ucap Ra Ali.
Justru untuk mengisi kemerdekaan, kata Gus Ali, karena ikut mendirikan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) santri dituntut untuk ikut memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara ini.
“Kamilah yang harus dituntut dan mempunyai tanggung jawab (mengisi kemerdekaan). Apalagi mempertahankan dan melestarikan lebih sulit lagi tentunya,” ucapnya.
“Yang pertama, terkait pemahaman dan perjuangan NKRI ini. Kedua, santri juga dibekali amaliyah riyadoh dan Insya Allah termasuk santri-santri di sini yang paling istiqomah. Termasuk dengan pemahaman tentang kitab klasik tetap dipertahankan,” sambungnya.
Gus Ali juga menambahkan, sejak tahun 2012, di Ponpes Raudatul Ulum itu sudah membuka pendidikan formal. Yang tujuannya bukan untuk merubah. Karena sebagai ponpes Salaf, menyesuaikan kebutuhan zaman akan adanya legalitas dalam bentuk ijazah pendidikan. Juga menjadi perhatian pengurus pondok.
“Tapi, menyesuaikan dengan zaman. Bahwa santriĀ ingin nantinya, ketika berdedikasi untuk negeri ini diseluruh bidang kehidupan manfaatnya bisa terlihat. Entah dari segi ekonomi, politik, maupun pendidikan,” ujar Ra Ali.
“Sehingga apa yang ditanamkan kurikulum pesantren itu betul-betul nanti bisa dijalankan di dalam kehidupan yang nyata,” pungkasnya.