Jember,Motim-Dugaan pungli biaya pra Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), menyeruak di Desa/Kecamatan Gumukmas. Mantan kepala desa dan Kelompok Masyarakat (Pokmas) disebut-sebut terlibat dalam dugaan pungli ini.
Salah seorang anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjelaskan, mantan Kades berinisial BW itu tahun 2020 masih aktif menjabat sebagai Kades Gumukmas. Secara jelas dan terang-terangan, BW mengambil uang yang dianggap jatahnya sekitar Rp 200 juta.
“Asumsinya dana pra PTSL senilai 300 ribu rupiah, BW mengambil yang senilai 100 ribu rupiah dikalikan jumlah pengajuan PTSL sebanyak 2000 bidang, sehingga muncul angka 200 juta rupiah,” ungkap anggota BPD ini sambil meminta namanya tak disebutkan.
“Itu bukan tudingan atau fitnah, kami bersembilan, anggota BPD tahu dengan jelas akan hal tersebut,” sambungnya.
Bahkan jika BW menampik tudingan tersebut, anggota BPD dengan sembilan temannya ini bersedia untuk dikonfrontir.
Sumber ini juga mengatakan bahwa seluruh anggota BPD yang berjumlah 9 orang, pada bulan Desember 2020 masing-masing mendapat bagian dari sisa dana pra PTSL sebesar Rp 1 juta.
“Kami masing masing dikasih satu jutaan oleh Ketua Pokmas PTSL, dan setahu saya semua perangkat desa juga mendapatkan bagian yang sama, 1 jutaan perorang,” jelasnya.
Sementara seorang pengacara sekaligus Ketua Kantor Hukum Yustitia Indonesia (KHYI) Indrotito SH, menilai bahwa pungli yang diduga dilakukan BW adalah korupsi.
“Rangkaian perbuatan yang dilakukan BW sebagai Kades itu, menguatkan indikasi adanya dugaan tindak pidana korupsi. Karena dengan menyalahgunakan jabatan telah menguntungkan dirinya sendiri, orang lain atau golongan tertentu atau minimal ada indikasi perbuatan Pungli,” ungkap Tito sapaan akrab Indrotito saat dihubungi melalui Hpnya.
“Saya tidak bisa diam melihat kejadian itu, demi rakyat, bersama rakyat Desa Gumukmas, secara profesional saya bersedia mengangkat dugaan Tipikor dan atau Pungli tersebut ke ranah hukum, agar BW mempertanggung jawabkan perbuatannya,” tegas Tito.
Slamet Jaya Miharja (52) salah seorang warga Desa Gumukmas juga mengkritik keras ulah mantan Kadesnya beserta kroni kroninya itu.
“Kalau memang uang pra PTSL yang terkumpul hanya dihabiskan buat bancaan, betapa rendahnya moral pejabat kita. Orang yang kita pilih untuk jadi pimpinan justru malah mencelakai rakyat. Kembalikan itu uang rakyat,” tegas Slamet.
Dalam kesempatan berbeda, Nuril Anwar ketua Pokmas Desa Gumukmas, membenarkan pungutan Rp 300 ribu perbidang. Namun dia enggan menjelaskan rincian biaya itu untuk apa saja.
“Soal rincian, karena ini masih belum tuntas, saya tidak bisa menjelaskan. Ketika sudah selesai nanti akan kita laporkan kepada yang berhak, dalam hal ini Kepala Desa,” kilah Nuril.
Ditanya terkait adanya subsidi dari pemerintah sebesar Rp 150 ribu rupiah per pengajuan atau perbidang, menurut Nuril belum cair.
“Sampai saat ini dana itu belum cair. Beruntung, untuk biaya pra PTSL, masyarakat tidak keberatan ditarik biaya. Jika tidak, tidak akan selesai sertipikasi ini,” dalih Nuril.
Tito ketua KHYI kembali merespon keterangan Nuril.
“Ya kalau anggaran tidak ada atau belum cair ya sebaiknya jangan dilakukan, apalagi dengan merugikan rakyat begini. Pertanyaan saya, jika nanti dana tersebut cair, lantas akan dikemanakan? Digunakan untuk mengembalikan uang rakyat? Masih harus dipotong biaya macam-macam untuk administrasi, operasional dan lain-lain, sehingga tinggal sedikit atau malah habis sama sekali? atau dianggap rejeki Kepala Desa, Perangkat Desa, Anggota BPD dan Pokmas, dipakai bancaan lagi?,” kata Tito, penuh tanya.
Sayangnya, ketika dikonfirmasi mantan Kades BW tidak bisa dihubungi, baik itu melalui WhatsApp maupun melalui telepon seluler. Bahkan ketika didatangi di rumahnya di Dusun Kebonan, Desa Gumukmas, wartawan hanya ditemui salah seorang penjaga rumahnya. (dop)