Massa GRJ Segel Kantor Kejari Jember

by -
Massa GRJ segel kantor Kejari Jember

Jember, Motim-Sejumlah massa mengatasnamakan Gerakan Reformasi Jember berunjukrasa di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember. Mereka menilai Kejari Jember berpolitik dan tidak berimbang terkait persoalan yang terjadi di Kabupaten Jember. Massa pun menyegel kantor tersebebut.

“Hakim dan jaksa harusnya perwakilan Tuhan, tapi sekarang ini mereka adalah perwakilan setan,” ujar salah satu orator aksi Samsul saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejari Jember, Jalan Karimata, Kecamatan Sumbersari, Senin (21/12/2020) siang.

banner 728x90

Senada dengan yang disampaikan orator aksi, Korlap Aksi Kustiono mengatakan, adanya ungkapan perwakilan setan itu. Karena dinilai Lembaga Kejari Jember harusnya tidak boleh terlibat terlalu dalam dinamika politik.

“Kejari sejak kepemimpinan Bupati Jember nol, kaitannnya tentang pengungkapan kasus. Dari sisi pengungkapan kasus-kasus soal korupsi,” kata Kustiono saat dikonfirmasi wartawan usai melakukan aksi unras.

Kustiono menjelaskan, LHPBPK (Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan) tahun 2018 penuh dengan persoalan.

“Juga kecurangan-kecurangan. Salah satunya saya pernah melapor ke Kejaksaan (terkait persoalan kasus), tapi sampai saat ini saya belum dipanggil Kejaksaan,” ungkapnya.

Lanjut Kustiono, kemudian pada tahun 2019, terkait Hasil LHBPK Jember mendapat predikat disclaimer. “Harusnya APH (aparat penegak hukum), dalam hal ini Kejaksaan bergerak menyikapi hal itu. Tapi faktanya APH malah menunggu laporan dari masyarakat,” katanya.

Sehingga hal ini, kata Kustiono, dinilai sebagai pembiaran, dan Kejari Jember dianggap GRJ tidak menyelasaikan persoalan korupsi yang diduga terjadi di Pemkab Jember.

“Tentu leluasa lah koruptornya, tidak ada prestasi apapun dari Kejaksaan Negeri Jember dalam hal pemberantasan korupsi. Ditambah lagi dengan Kejaksaan yang dinilai juga ikut berpolitik. Sehingga sia-sia ada Kejaksaan,” tukasnya.

Terkait persoalan politik, Kustiono juga menjelaskan, keterlibatan para pejabat kejaksaan dalam ranah politik pemerintah kabupaten Jember terungkap berdasarkan pengakuan wakil bupati Jember Abdul Muqit Arief.

Mengutip pernyataan muqit, Kustiono menuturkan pada Senin pekan lalu Wabup diminta hadir oleh Bupati Jember Faida ke kantor Kejari Jember.

Semula muqit menduga pertemuan di kantor korps adiyaksa hanya sekedar konsultasi masalah hukum. Namun dugaan tersebut salah lantaran pertemuan yang mendadak dan diikuti oleh sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD) itu, membahas pengembalian 366 pejabat yang dilaksanakan Muqit saat menjabat sebagai pelaksanaan tugas (plt) Bupati Jember.

Kasi Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) Agus Taufiqurahman memberikan pendapat bahwa saat menjabat sebagai Plt. harusnya Muqit tak melakukan langkah mutasi. Tak hanya itu, Kasi datun dan pejabat OPD yang hadir juga menuduh apa yang dilakukan oleh Muqit adalah tindak pidana.

“Ternyata kedatangan Muqit kesana untuk diintimadasi perihal kebijakan pengembalian KSOTK 2016 yang ia lakukan kala menjadi Plt Bupati Jember,” katanya.

Atas kejadian tersebut, Kustiono menilai Kejari Jember telah melampaui wewenang selaku lembaga yudikatif di tingkat kabupaten.

“Harusnya tugas kejari itu, melaksanakan tupoksinya saja melakukan penuntutan, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana, dan semua hal yang berkaitan perihal kriminalitas,” ujarnya.

Kustiono menambahkan, Kejari Jember bukan kali ini saja melakukan blunder terhadap sikapnya sendiri.

Sebelum kasus intimidasi wabup mencuat, pada 24 Juni 2020 lalu Kajari Jember juga berupaya masuk dalam ranah politik pemerintahan dengan menfasilitasi

pertemuaan Bupati Faida dengan Ketua DPRD Itqon Syauqi yang sedang tidak harmonis lantaran buntunya pembahasan APBD Jember tahun 2020 di Kantor Kejaksaan, dengan alasan mendapat intrusksi dari Kejagung.

Melihat fakta-fakta keterlibatan oknum pejabat Jaksa, pihaknya meminta agar Kejagung memeriksa seluruh pejabat kejaksaan Kejari Jember.

“Demi marwah Jaksa sebagai penegak hukum yang profesional, tidak ada kata lain bagi kami kecuali menuntut kejagung agar memeriksa semua pejabat di Kejari Jember dan segera mencopot Kajari Jember dan Kasi Datun dari jabatannya,” tegasnya.

Sehingga karena hal itu, kata Kustiono menambahkan, pantas pihaknya menyebut Kejari Jember sebagai Perwakilan Setan dan melakukan penyegelan kantor tersebut.

“Ngapain sia-sia sudah, gak perlu Kejaksaan sudah. Maka itu kita segel,” tandasnya.

Menyikapi hal itu, Kajari Jember Prima Idwan Mariza memembantah keterlibatannya dalam ranah politik daerah. Pihaknya berdalih apa yang dilakukannya langkah normatif selaku lembaga vertikal dengan Pemkab Jember.

“Bupati itu datang tiba-tiba, dan bukan sesuatu yang direncanakan. Bahkan sebelumnya tidak ada pemberitahuan,” ujar Prima.

Dirinya hanya memposisikan diri sebagai tuan rumah yang baik dengan cara menyambut dan memberi ruang untuk berkonsultasi.

“Bahkan saya bolak balik masuk ke ruangan, karena saya pun saat itu juga ada tugas lain,” katanya.

Dalam hal konsultasi persoalan KSOTK, Bupati seharusnya melakukan langkah yang lebih elagan dengan berkirim surat kepada Mendagri dan tidak perlu datang ke Kejari Jember yang pada akhirnya membuat gaduh publik.

“Itu sudah saya sarankan untuk berkirim surat kepada Mendagri terkait persoalan KSOTK, Janganlah dibawa keranah politik,” ujarnya.

banner 728x90

No More Posts Available.

No more pages to load.