Surabaya Motim – Sementara itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur menegaskan kesiapan dalam mengawasi dan menindak perusahaan yang tidak membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja sesuai ketentuan. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, Sigit Priyanto, menyatakan bahwa pemantauan akan dilakukan sejak H-7 Lebaran untuk memastikan seluruh pekerja mendapatkan haknya.
“Kami akan turun langsung jika ada perusahaan yang tidak membayarkan THR tepat waktu. Hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk pembinaan, sesuai dengan arahan dari Kementerian Ketenagakerjaan. Saat ini, kami masih menunggu petunjuk resmi dari kementerian, tetapi persiapan internal sudah kami lakukan,” tutur Kadisnakertrans Jatim.
Untuk mengoptimalkan pengawasan, Disnakertrans Jatim akan melibatkan kepala Dinas ketenagakerjaan dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Mereka akan bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja (UPT BLK) dan para pengawas ketenagakerjaan. Setiap aduan yang masuk, baik secara manual maupun online, akan segera ditindaklanjuti oleh mediator dan pengawas yang bertugas.
Menurut Kadis , pengaduan terkait THR pada tahun-tahun sebelumnya banyak berasal dari luar Jawa Timur, bahkan ada yang melibatkan perusahaan dengan alamat tidak jelas atau status operasional yang tidak terverifikasi. “Dulu ada kasus pengaduan ke kementerian, tapi ternyata perusahaannya tidak ada di Jawa Timur, bahkan abal-abal. Kalau sekarang pengaduannya langsung dari sini, kami bisa segera tindak lanjuti,” jelasnya.
Terkait pengaduan yang belum terselesaikan dari tahun sebelumnya, Sigit menegaskan agar data segera diserahkan ke pihaknya untuk ditindaklanjuti. “Datanya mana? Cepat diestafetkan ke kami supaya bisa langsung turun pengawas dan mediatornya. Jangan sampai menunggu satu tahun baru dilaporkan saat posko dibuka,” tegasnya.
Sanksi bagi Perusahaan yang Tidak Membayar THR
Sigit menjelaskan bahwa dalam regulasi, perusahaan yang tidak membayar THR akan dipanggil terlebih dahulu untuk diberikan pemahaman mengenai kewajibannya. Jika tetap tidak memenuhi ketentuan, akan dilakukan mediasi atau diberikan sanksi administratif, termasuk pencabutan izin operasional.
“Tidak bisa langsung diberikan sanksi tanpa ada pembinaan terlebih dahulu. Kami akan panggil, diberi pemahaman, jika masih tidak mematuhi, baru dikenakan sanksi administratif seperti pencabutan izin operasional,” katanya.
Sigit juga menyoroti adanya praktik pemotongan upah pekerja oleh pengurus perusahaan tanpa dibayarkan kembali, yang saat ini masih dalam proses penindakan. Sementara itu, bagi pelanggaran THR, sanksi utama yang diberikan adalah administratif, seperti penghentian salah satu izin operasional perusahaan.
Imbauan kepada Pengusaha untuk Memenuhi Hak Pekerja
Di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh tantangan, Sigit mengimbau agar pengusaha tetap memenuhi kewajiban mereka dalam membayarkan THR kepada pekerja.
“Meskipun ada alasan efisiensi, saya berharap pengusaha tetap memberikan THR kepada pekerja agar mereka bisa merayakan Lebaran dengan layak. Ini adalah hak pekerja yang hanya diberikan satu tahun sekali. Seperti hubungan antara orang tua dan anak, pekerja telah berkontribusi pada perusahaan, maka perusahaan juga harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Sesuai regulasi, pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih berhak menerima THR sebesar satu bulan gaji, sementara pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun mendapatkan THR secara proporsional. “Misalnya, jika bekerja tiga bulan, maka THR yang diterima adalah 3/12 dari upah satu bulan,” tambahnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen untuk memastikan hak-hak pekerja terpenuhi. Dengan adanya posko pengaduan THR dan tim pengawas yang siap turun ke lapangan, diharapkan perusahaan dapat lebih patuh terhadap regulasi yang berlaku dan memberikan hak THR secara tepat waktu.”pungkasnya.(*/ady)